Jurnal Detektif

A blog about detective, forensics, psychology, weapory and many more!

Full width home advertisement

Senjata: Pelindung dan Penghancur

Keahlian Seorang Detektif

Post Page Advertisement [Top]

Sebagai seorang manusia, tentu saja kita memiliki banyak pekerjaan dan masalah yang harus diselesaikan. Misalnya saja bagi pelajar dan mahasiswa adalah sekolah, kegiatan organisasi, dan lain-lain. Tiap individu tentunya memiliki berbagai macam tingkat kesulitan pada tugas dan pekerjaan tersebut. Semakin susah dan banyak pekerjaan yang dimiliki tentu saja akan membawa beban psikologis tersendiri bagi beberapa orang.

Pada kesempatan kali ini, jurnaldetektif.blogspot.com, akan berbagi cara bagaimana agar kita lebih termotivasi dalam hal pengerjaan tugas yang banyak dan mungkin membosankan tersebut.

Salah satu teknik yang cukup membantu adalah teknik “Chunking” dalam bahasa inggris, chunk bisa berarti bingkah, potong, bongkah, dan sebagainya. Sebuah bongkahan tentu tidak memiliki ukuran yang tentu, namun jika kita menyebut bongkahan sebuah benda sebagai sesuatu yang telah diambil dari benda yang sama namun dengan ukuran yang lebih besar. Ambil contoh saja, kita pegi ke sebuah gunung, merupakan sesuatu yang besar bukan? Tetapi, setelah kita mengambil bongkahan kecil dari batu gunung tersebut, apakah artinya kita mengangkat gunung? Tentu saja bukan, tapi tak bisa dipungkiri bahwa batu tersebut merupakan bagian dari gunung tersebut. Anggap kita memiliki umur panjang, dan tiap satu hari, kita mengambil bongkahan batu dari gunung tersebut. Dalam waktu yang lama gunung tersebut tentu akan habis.

Seperti itulah teknik “Chunking” bekerja. Sebagai manusia, otak kita didesain untuk menyelesaikan masalah-masalah kecil dengan lebih efektif, dibandingkan masalah besar sekaligus yang mungkin malah akan berujung pada depresi. Kita ambil contoh kasus seorang anak SMA pemalu yang mulai belajar berbicara di depan umum atau public speaking. SMA tersebut mengharuskan muridnya untuk berbicara di depan umum tiap minggu dengan topik yang berbeda pada kelas tertentu. Kita tentu bisa memahami bagaimana perasaan si anak apabila dia harus belajar berbicara di depan umum tiap minggu. Masalah akan menjadi tambah berat jika dia mulai menghitung untuk 1 semester itu, 1 semester 6 bulan, 1 bulan 4 minggu,  maka dia harus berbicara di depan umum selama 24 kali dalam satu semester. Terkadang ketakutan kita akan hal repetitif yang berlangsung lama bisa menurunkan semangat kita.

Untuk melewatinya akan lebih gampang bahwa tiap setelah selesai kelas public speaking dia berkata, “Ok, lewati 1 minggu lagi ,“ setelah satu minggu, “Bagus, satu minggu lagi,” dan seterusnya. Hal ini akan membuat fungsi otak menjadi lebih ringan karena si anak tak perlu khawatir akan pekerjaan yang sebenarnya masih panjang.

Inti dari teknik “chunking” adalah kita memandang suatu masalah menjadi bagian kecil yang harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu. Padangan kita mengenai rentang waktu masalah tersebut harus dikurangi. Dari setahun menjadi sebulan atau bahkan seminggu, akan membuat kita lebih termotivasi untuk melakukan hal tersebut. Akhir kata, jangan jadikan teknik “chunking” jadi hal yang dapat menghambat berpikiran panjang, karena ada baiknya untuk tugas yang memiliki deadline tertentu.

Reference:

Various source.

2 comments:

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib