Jurnal Detektif

A blog about detective, forensics, psychology, weapory and many more!

Full width home advertisement

Senjata: Pelindung dan Penghancur

Keahlian Seorang Detektif

Post Page Advertisement [Top]


Kita pasti tahu yang orang-orang andalkan dari seorang detektif adalah bagaimana cara dia berpikir dalam menyelesaikan sebuah kasus. Setelah menonton film atau membaca novel detektif, kita akan dibuat berdecak kagum dan bertanya-tanya bagaimana si tokoh utama dapat berpikir seperti itu. Selain mendapatkan sentuhan keberuntungan dari penulisnya, si tokoh utama biasanya juga digambarkan sebagai seseorang yang dapat berpikir secara logis dengan baik.

Detektif seringkali dikaitkan dengan kekuatan deduksi yang luar biasa. Namun, berpikir secara logis tidak hanya berpatok pada pembelajaran deduksi saja, melainkan ada aspek lain yang harus diperhatikan seperti menghindari fallacies atau kesalahan yang akan dibahas pada part 2.

Logical Mind
source : https://www.flickr.com/photos/healthblog/8384110298

Pertama, kata “logika” sendiri berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “alasan”.  Seseorang yang berpikir logis mengamati dan menganalisa suatu fenomena, reaksi, dan timbal balik untuk membuat kesimpulan. Logika juga dikaitkan kepada pembuatan keputusan dari fakta-fakta yang tersedia.

Pada buku Brain Building karya Dr. Karl Albrecht, dikatakan bahwa dasar dari semua pemikiran logika adalah pemikirian sekuensial. Arti sekuensial disini adalah bertahap atau memiliki langkah tertentu. Proses yang terlibat adalah mengumpulkan fakta, ide, dan kesimpulan dalam suatu permasalahan untuk digabungkan sehingga membentuk makna dan kesimmpulan yang baru. Pendeknya, berpikir logis artinya berpikir secara bertahap.

Penalaran Induktif (Inductive Reasoning)

Ketika melakukan penalaran induktif, kita mulai dengan beberapa hal berupa fakta atau pengamatan, dan menggunakannya untuk membuat kesimpulan secara umum. Hal ini berarti bahwa penalaran induksi merupakan penalaran dari khusus ke hal yang lebih umum. Jika kita memakai peluang dalam melakukan generalisasi, hal tersebut dinamakan “Inductive leap”.

Argumen induktif lebih bertujuan untuk membuat kesimpulan yang bisa dipercaya daripada untuk memastikan pernyataan terhadap suatu hal yang kita nalar. Pastikan untuk selalu mendapat bukti yang cukup dan bukan berasal dari sampling yang salah atau tidak jelas, sehingga ketika bukti yang kita kumpulkan semakin memuncak, orang-orang dapat mengambil kesimpulan yang kita inginkan. Yang terpenting, jangan mengabaikan informasi yang dapat membuat kesimpulanmu gagal (biasa disebut “neglected aspect”) ataupun hanya menampilkan bukti yang mendukung konklusi sementara atau konklusi yang belum final (biasa disebut “slanting”).

Penalaran Deduktif (Deductive Reasoning)

Bekebalikan dengan penalaran induktif, pada penalaran deduktif kita mulai dengan pernyataan umum dan kemudian menerapkannya ke pernyataan yang lebih spesifik. Dari situ, kita lalu mengambil kesimpulan. Pada penalaran ini seringkali digunakan silogisme, sebuah pengambilan kesimpulan yang memiliki 2 premis: major dan minor. Contohnya, semua pria pemberani (premis major); Sherlock adalah pria (premis minor); maka sherlock adalah pemberani (kesimpulan).

Sebelum orang-orang bisa menerima kesimpulan yang kita buat, mereka terlebih dahulu harus menerima premis major dan premis minor yang kita pilih. Sebuah silogisme yang tak memiliki premis major, premis minor, atau bahkan kesimpulan perlu di cek ulang dengan seksama, karena pernyataannya bisa saja mengandung generalisasi yang kurang akurat. Kesimpulannya, pastikan terlebih dahulu premis major dan minor kalian diterima oleh orang-orang sebelum menarik kesimpulan dan pastikan sebuah silogisme memiliki ketiga hal diatas.

The Toulmin Method

Selain penalaran deduktif dan induktif cara lain untuk menelusuri proses pemikiran logis adalah dengan Toulmin method. Model pemikiran ini tidak terlalu mengikat seperti silogisme serta memperbolehkan beberapa elemen terkait dengan peluang, backing, ataupun bukti untuk premis dan membantah premis orang-orang (pembaca). Pendekatan ini melihat argument sebagai progress dari fakta atau bukti (data) menjadi sebuah kesimpulan (claim) melalui statement (warrant) yang membentuk hubungan antara keduanya. Pada metode ini, premis major diperbolehkan memiliki perkecualian. Kata-kata seperti “mungkin”, “bisa jadi”, dan kata lain yang menujukkan derajat keyakinan bisa ditambahkan. Bantahan juga boleh ditambahkan sehingga kita bisa mengantisipasi keberatan orang-orang.

Sekian dulu pembahasan kita mengenai pemikiran logis, pada part 2 nanti kita akan membahas logical fallacies atau kesalah logika yang sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari terutama saat kita menjelajahi dunia maya. Semoga artikel diatas dapat meningkatkan kemampuan sobat detektif sekalian dalam menganalisa masalah dan membuat kesimpulan.


References:


No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib